Ini hanya soal rindu
Teruntuk kamu.
Jantungku kembali melonjak. Cepat. Tak beraturan. Jika aku
harus mengakui, mungkin ini terjadi karena perasaanku masih tetap sama. Tapi
entahlah. Aku antara ingin dan enggan memiliki perasaan itu lagi. Bukankah
telah bertahun-tahun aku mencoba memupusnya? Setidaknya, untuk setengah tahun
terakhir ini, perasaan itu terasa seperti benar-benar pupus bukan? Lantas,
mengapa jantungku harus kembali melonjak dan berdebar?
Padahal hari itu, tidak ada yang terjadi. Sore berlalu
sebagaimana mestinya. Orang-orang datang dan pergi sebagaimana biasanya. Hanya
saja, yang aku herankan, kenapa pertemuan itu harus terjadi? Bukankah hari
berjalan sebagaimana biasanya dan sebagaimana mestinya? Lalu kenapa ada
pertemuan (kembali) antara kau dan aku? Oh maaf, mungkin ini tak memenuhi
syarat untuk dikatakan sebagai sebuah pertemuan. Karena, aku (hanya sekedar)
melihatmu berjalan melewatiku, dan kau (sama sekali) tak menyadari kehadiranku.
Ini mungkin memang bukan pertemuan antara kau dan aku.
Karena, ini adalah sebuah pertemuan antara ‘aku’ dengan ‘perasaanku’.
Baiklah, lupakan saja.
Jantungku kembali melonjak. Cepat. Tak beraturan. Jika aku
harus mengakui, ini terjadi karena ternyata perasaanku benar-benar masih sama.
Seolah-olah ini nyata. Tapi ini memang nyata. Kita berada pada radius kilo
meter lebih dekat. Dibandingkan tahun-tahun lalu tentunya. Tapi hatimu bertolak
menjauh bukan?
Aku tahu kau ada di sekelilingku saat ini. Tapi aku juga
tahu kalau kau telah membuat sebuah batasan antara ruang dan rasa. Ruang dalam
konotasi yang sesungguhnya. Padahal aku selama ini selalu berkecipung bersama
rasa dalam sebuah ruang ‘kita’. Ah, sial!
Radius di antara kita benar-benar semakin menyempit. Aku
mendapatimu dengan lebih sering akhir-akhir ini. Haruskah aku peduli? Atau tidak?
Tapi perasaanku kian hari kian menuntut.
Mulai sekarang, aku akan kembali melihatmu. Terserah apakah
kau ingin atau benci.
Aku akan tetap melakukannya. Tak peduli apa katamu, tak peduli kau melarangku.
Memang, siapa kamu?
Aku akan tetap melakukannya. Tak peduli apa katamu, tak peduli kau melarangku.
Memang, siapa kamu?
Jika kau tak suka, jangan baca ini. Aku bisa saja tidak
sadar ketika aku menulis catatan ini. Aku dibius. Dibius perasaan yang
tiba-tiba harus muncul kembali. Jadi, tak perlu dibaca.
Ini bukan soal
‘siapa’, ini hanya soal ‘apa’. Bukan ‘siapa kamu’ atau ‘siapa aku’. Ini adalah
soal ‘apa’ yang tiba-tiba membuat jantungku kembali melonjak. Rindu.
Komentar
terperangkap aku!
sadarkan aku