Aku Rindu Pulang
Bayanganku, kita akan melewati malam ini dengan mengitari
satu meja bundar dan tertawa bersama –seperti yang biasa kita lakukan dulu.
Tapi sepertinya waktu sedang tidak berpihak dengan harapanku.
Tadi aku melewati jalan yang sama yang aku tempuh saat aku
akan menemui kalian. Aku meneliti jalanan itu dengan mata memanas. Jalan itu
masih sama jauhnya. Keriuhannya masih sama. Semua tetap sama. Yang membuat
berbeda hanya aku. Aku pergi dengan harapan yang meletup-letup akan pertemuan
yang segera terjadi. Well, tidak
begitu mengecewakan memang. Tapi entah mengapa aku pulang dan melewati jalan
itu kembali dengan membawa rasa kecewa dan marah. Seharusnya waktu jangan
beranjak malam!
Aku mendapati diriku kesal. Menghentikan waktu adalah sebuah kemustahilan, sama halnya dengan membuat waktu lebih cepat berlalu. Tidak ada yang bisa kulakukan kalau begitu. Aku hanya akan diam di sini, mengisi sudut tempat tidurku dengan bosan.
Aku mendapati diriku kesal. Menghentikan waktu adalah sebuah kemustahilan, sama halnya dengan membuat waktu lebih cepat berlalu. Tidak ada yang bisa kulakukan kalau begitu. Aku hanya akan diam di sini, mengisi sudut tempat tidurku dengan bosan.
Oh, aku memang bisa pergi. Menemui sahabat-sahabatku,
menemui ‘keluarga’ku, menemui siapa saja yang akan menjamin aku tidak akan merasa sendiri.
Tapi aku, entah mengapa enggan.. Aku ingin turut kalian. Sungguh. Aku hanya-ingin-turut saat ini. Aku mendadak rindu. Aku mendadak ingin kembali, ingin ke rumah.
Tapi aku, entah mengapa enggan.. Aku ingin turut kalian. Sungguh. Aku hanya-ingin-turut saat ini. Aku mendadak rindu. Aku mendadak ingin kembali, ingin ke rumah.
Tidak bisakah kita memaksa Tuhan menghentikan detik yang
terus bergerak? Aku masih rindu kalian. Atau, tidak bisakah kita memohon kepada
waktu untuk berlari lebih cepat? Aku
rindu pulang.
Komentar